Post on 9 December 2024
Oleh Caesar Akbar
Perundungan terhadap jurnalis secara siber acapkali bertautan dengan upaya doxing. Doxing adalah upaya pembongkaran dan penyebaran identitas seseorang tanpa izin pemilik di dunia maya dengan tujuan negatif. Tempo mencatat salah satu kasus doxing dialami Angela, seorang jurnalis media nasional, pada akhir Juni 2024.
Profil akun media sosial, beserta nama lengkap dan nama media wartawan ini diunggah di Instagram oleh akun bernama Greschinov yang mempertanyakan kebenaran berita yang ia tulis. Akibatnya, para pengikut akun tersebut pun mengeluarkan komentar negatif atas tulisan sang jurnalis, sebagian warganet pun akhirnya mengklaim karya jurnalistik itu adalah hoaks.
Kasus serupa juga pernah dialami jurnalis cek fakta Tempo Ika Ningtyas dan Zainal Ishaq. Foto profil Facebook dua jurnalis itu disebar oleh akun milik seorang dokter hewan, M Indro Cahyono, tanpa persetujuan keduanya. Foto itu disebar dalam tiga unggahan berbeda beserta narasi yang melabeli keduanya sebagai teroris wabah dan jurnalis penyebar ketakutan.
Aksi itu dilakukan setelah dua jurnalis itu menulis empat artikel cek fakta yang memverifikasi klaim dari Indro mengenai covid-19. Hasil cek fakta menunjukkan klaim-klaim Indro yang viral di dunia maya itu tidak benar 100 persen.
Hasil riset organisasi masyarakat sipil, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) yang dipublikasikan pada 22 Desember 2020 menunjukkan jumlah kasus doxing terhadap terus meningkat setiap tahunnya pada rentang 2017-2019. Pada periode tersebut, mayoritas korban berprofesi sebagai jurnalis.
Menyitir hasil riset tersebut, Doxing bisa menyebabkan kerugian serius. Tak cuma perisakan secara daring, korban doxing juga bisa mengalami perundungan secara fisik. Contohnya, apabila pelaku melakukan penyebaran identitas pribadi seperti alamat, maka rumah korban bisa sewaktu-waktu didatangi orang yang tidak dikenal.Terkadang, serangan juga bisa meluas kepada keluarga korban.
Untuk mengurangi potensi mengalami doxing, SAFEnet mencatat beberapa cara mengelola data pribadi di dunia maya.
1. Baca kebijakan privasi dan ketentuan layanan sebelum menggunakan platform atau aplikasi tertentu
Pengguna aplikasi mesti mengetahui data apa saja yang akan diambil oleh sebuah platform. Sebab, bisa jadi beberapa platform memiliki kebijakan yang tidak sesuai dengan kenyamanan pribadi pengguna. Misalnya, platform yang mengumpulkan dan menjual data kepada pihak ketiga untuk tujuan pemasaran.
2. Gunakan aplikasi pencarian untuk mengecek informasi yang tersedia tentang anda
Aplikasi pencarian dapat digunakan untuk melacak informasi apa saja yang tersedia di dunia maya mengenai identitas anda. Setelah mengetahui, catatlah situs-situs tempat informasi disimpan.
3. Hapus informasi di dunia maya yang membuat anda tidak nyaman
Untuk mengurangi risiko dari doxing, anda dapat menghapus informasi-informasi pribadi yang tersebar di dunia maya. Misalnya, informasi mengenai alamat rumah, nomor telepon, hingga foto keluarga,
4. Waspadai foto dan informasi yang ada di internet
Foto dan data anda yang beredar secara online berpotensi bisa disalahgunakan, misalnya untuk doxing. Karena itu, waspadalah saat akan mengunggah foto di dunia maya. Anda juga bisa mempertimbangkan untuk menghapus informasi pribadi dari basis data publik.
5. Periksa pengaturan privasi akun media sosial
Pengaturan privasi akun media sosial dapat menentukan informasi apa saja yang bisa dilihat orang lain. Guna memitigasi penyalahgunaan informasi, batasi publik untuk mengakses konten yang dapat membahayakan atau digunakan untuk mendiskreditkan anda.
6. Hindari mengunggah informasi pribadi di internet
Doxing sering terjadi dengan memanfaatkan informasi yang tersebar di internet. Karena itu, sebaiknya tidak mengunggah kartu tanda penduduk, tiket, foto rumah, foto anggota keluarga, maupun informasi pribadi lain yang bisa membuka privasi anda dan keluarga. Termasuk, jangan mengunggal lokasi secara real-time di media sosial.