Bijak Berselancar di Media Sosial

Post on 9 December 2024

Oleh Indra Wijaya

Media sosial kini ibarat lingkungan kedua bagi masyarakat Indonesia. Maklum, lebih dari separuh jumlah populasi manusia di Tanah Air adalah pengguna media sosial.

Menurut catatan organisasi nirlaba independen pemantau populasi dan demografi dunia, World Population Review, sebanyak 167 juta masyarakat Indonesia menggunakan media sosial berbagai platform. Adapun total populasi manusia di Indonesia mencapai 281 juta jiwa.

Layaknya ekosistem sungguhan, masyarakat atau yang disebut warganet saling berinteraksi di beragam platform media sosial. Selayaknya interaksi sosial, bertegur sapa di dunia maya pun diperlukan tata krama. Seperti pesan orang tua kepada anaknya, sopan santun harus dijunjung di mana pun.

Terlebih di media sosial terdapat beberapa celah jerat pidana seperti yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE. Berbicara tak sopan, mencaci, menyebarkan berita bohong, sampai berkomentar buruk di media sosial bisa dijerat pidana.

Seperti yang terjadi pada aktivis lingkungan Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan yang harus berurusan dengan penegak hukum gara-gara komentar kasarnya di media sosial. Cerita bermula ketika Daniel mengunggah video berdurasi 6:03 menit di akun Facebook-nya pada 12 November 2022. Video tersebut memperlihatkan kondisi pesisir Karimunjawa yang diduga terdampak limbah tambak udang.

Sejumlah akun kemudian mengomentari unggahan itu. Daniel membalas salah satu komentar dengan kalimat, "Masyarakat otak udang menikmati makan udang gratis sambil dimakan petambak. Intine sih masyarakat otak udang itu kaya ternak udang itu sendiri. Dipakani enak, banyak & teratur untuk dipangan."

Komentar tersebut kemudian dilaporkan ke Polres Jepara bernomor LP/B/17/II/SPKT/POLRES JEPARA/POLDA JATENG tertanggal 8 Februari 2023. Dia dilaporkan memakai Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE.

Pasal 28 ayat (2) UU ITE digunakan untuk mengatur larangan penyebaran informasi yang bertujuan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok masyarakat tertentu. Informasi tersebut harus didasarkan pada faktor-faktor seperti ras, agama, etnis, warna kulit, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik.

Sejak dibentuk, aturan ini ditujukan untuk mencegah terjadinya permusuhan, kerusuhan, atau perpecahan yang didasarkan pada SARA. Adapun pelanggaran terhadap Pasal 28 ayat (2) UU ITE dapat dikenai pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Cerita berlanjut pada Kamis, 7 Desember 2023, Daniel sempat ditahan oleh Polres Jepara. Dia dibebaskan keesokan harinya setelah permohonan penangguhan penahanannya dikabulkan. Daniel kembali ditahan pada 23 Januari 2024.

Dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jepara, pada 4 April 2024, hakim mejatuhkan vonis Daniel penjara tujuh bulan dan denda Rp 5 juta. Daniel dinyatakan terbukti menimbulkan rasa kebencian untuk kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA.

Namun vonis tersebut dibatalkan Pengadilan Tinggi Semarang setelah banding Daniel dikabulkan. Perkara ini kemudian berlanjut ke Mahkamah Agung setelah jaksa penuntut umum mengajukan kasasi. Hasilnya, Mahkamah Agung menolak kasasi perkara Daniel.

Dari perkara ini, warganet bisa mengambil pelajaran pentingnya etika dan kedewasaan pikiran ketika berselancar di media sosial. Memang media sosial bisa menjadi sarana untuk menguak atau membahas berbagai permasalahan.

Termasuk bagi jurnalis dan media berita, platform media sosial kerap dipakai untuk mempublikasikan karya jurnalistik mereka. Interaksi warganet pada unggahan berita tersebut ikut menaikkan popularitas di media sosial.

Media sosial kini juga kerap dipakai sejumlah jurnalis untuk menengok tren, seni, sampai gaya hidup terkini. Platform media sosial juga bisa dipakai para jurnalis untuk menghubungi narasumber untuk kepentingan wawancara hingga konfirmasi sebuah berita.

Oleh karena itu diperlukan kebijaksanaan dan kehati-hatian bagi seorang jurnalis dalam berinteraksi lewat media sosial.

Namun, perlu kecerdasan dan kehati-hatian dalam mengunggah sebuah konten hingga sekadar berkomentar di media sosial. Berikut beberapa tips bagi jurnalis untuk bijak berselancar di media sosial.

- Junjung tinggi etika dan gunakan bahasa yang baik.

Utamakan etika sopan setiap berinteraksi di media sosial. Tetap gunakan bahasa yang baik dan santun ketika mengunggah konten ataupun berkomentar.

- Bijak berdebat

Jangan mudah terpancing amarah dalam perdebatan di media sosial. Hargai setiap perbedaan pendapat dengan warganet lain. Boleh beradu gagasan namun tetap tanpa emosi dan menyudutkan warganet lain.

- Cek kebenaran konten

Jangan mudah percaya dengan unggahan di media sosial. Jangan malas untuk cek kebenaran dari kejadian atau berita yang diunggah warganet.

- Cek fakta dan sumber informasi

Jangan malas untuk mencari fakta dari konten dan informasi yang akan Anda unggah ke media sosial. Jika perlu cantumkan sumber berita dari informasi yang akan Anda unggah karena bisa berkaitan juga dengan hak cipta. Jangan sampai ikut menyebarkan konten dan informasi bohong di media sosial.

- Waspada dengan akun lain

Kenali lawan interaksi Anda di media sosial. Jangan mudah percaya terlebih dengan akun anonim.

- Hindari konten merugikan

Jangan membuat konten atau unggahan yang mengandung SARA, pornografi, dan ujaran kebencian. Sebab bisa saja konten yang Anda unggah dijerat dengan UU ITE.

- Jaga privasi Anda

Jangan mengumbar informasi pribadi Anda ke media sosial. Termasuk menjaga kata sandi akun media sosial Anda. Jika perlu gunakan pengaman lebih seperti autentifikasi dua faktor.

- Jaga juga privasi orang lain

Jangan juga mengumbar informasi pribadi orang lain ke media sosial. Selain karena tidak etis, membuka dan menyebarkan data pribadi seseorang di media sosial merupakan pelanggaran UU ITE.


Bagikan